top of page
Search

Relfeksi atau Ekstensi Niat Anda Mendaki Gunung?

Updated: Dec 27, 2018


Pada suatu pembicaraan dengan seseorang kawan Agen Bola di muka satu pondok pendakian, saya temukan satu kajian yg cukuplah menarik buat ditulis. Tengah asik terlibat perbincangan ngalor ngidul mengenai berbagai hal, tak diduga kawan saya bertutur begini.


“Buatku, waktu terakhir ini mendaki gunung sudah ngga seasik dahulu, Gung. Umumnya pendaki saat ini yg saya jumpai di perjalanan, seandainya bercakap kebanyakan hanya repot membangga-banggakan lis gunung manakah saja yg udah ia tundukkan.”


Satu runtutan kalimat simple itu sukses mengambil atensi saya. Yg undang perhatian bukan mengenai dunia pendakian yg menurutnya udah gak menyenangkan kembali, namun mengenai beberapa pendaki yg kerap membesarkan hati diri atas pencapaian-pencapaian yg dia menganggapnya satu prestasi selesai sukses menapakkan kaki di gunung-gunung paling tinggi.


Bila demikian skema yg kita pilih, saya fikir pendakian yg dikerjakan sedikit akan kurang berarti serta malahan menimbulkan dampak negatif bersifat penambahan kesombongan dalam diri.


Seperti pada manusia biasa yg susah buat langsung menyaksikan cacat yg terdapat di dianya sendiri, waktu itu yg pertama datang di kepala saya malahan mengenai pemikiran mirip dari banyak kawan serta sejumlah pendaki yg yang sempat saya jumpai di perjalanan. Dari lis itu, cukuplah banyak pula yg kerap cerita serta membangga-banggakan lis gunung yg mereka menganggapnya udah mereka tundukkan.


Tetapi lalu, selesai dipikir serta lebih jauh menyaksikan pada diri pribadi, nyata-nyatanya seringkali juga saya punyai pikiran yg sama konyolnya seperti mereka, serta apesnya baru saya sadari ketakbergunaan-nya pada sekarang ini. Jadi malu sendiri, deh, udah berani nge-judge orang-orang dengan seenaknya, nyata-nyatanya diri ini pula sama pula. Bodoh.


Berdasarkan pada sejumlah pengalaman pribadi, saya fikir semua hal yg berlangsung dalam kehidupan gak sempat ada yg buang waktu, baik itu pengalaman yg memiliki nilai atau suatu yg kita menganggapnya gak berfaedah sekalinya yaitu sisi dari satu susun proses yg akan bangun diri kita ke arah pribadi yg lebih baik dari saat lantas, dalam skema ini mungkin dapat dirasa sisi proses dari pendewasaan diri. Serta seluruhnya pastinya tergantung pada kebolehan diri kita dalam menyerap arti, serta sejauh manakah dengan rendah hati kita pengen menuai pelajaran.



Kenapa kita mendaki gunung?

Satu pertanyaan klise yg jawaban yang pasti gak satu setan juga tahu. Mengapa saya ucap klise, sebab pertanyaan ini udah sangat sering diulas serta yang pasti menimbulkan jawaban yg gak sama dari tiap-tiap orang. Satu jawaban dapat memuaskan sebagian orang, tetapi belum pula pasti untuk yang lain.

Bila gak akan memberi jawaban, mengapa saya mengupas pertanyaan itu? Di sini saya tengah mengupas mengenai nilai serta fungsi yg diterima dari satu perjalanan pendakian, apa positif atau malahan negatif. Sebab semua karena pastinya datang dari satu karena, pelajaran serta hasil yg kita peroleh dari satu perjalanan pendakian sebelumnya pastinya pergi dari karena kenapa kita pergi mendaki yg lalu pada hasilnya akan membuahkan satu arah yg pingin digapai. Lantas, pengalaman-pengalaman yg berlangsung dalam perjalanan yg di pengaruhi arah awal yg udah kita tentukan akan mengerjakan serta membuat hasil yg akan kita bisa diakhir perjalanan.


Dengan cara sederhananya, seseorang yg pergi mendaki dengan tekad buat bersenang-senang serta banyak mengerjakan swafoto buat dokumentasi diri yg lalu akan diterbitkan di media sosial pribadinya mungkin cuma akan mendapat hasil yg gak jauh dari niatan yg sudah dia tekadkan di awalnya perjalanan. Di selama perjalanan, dia yang pasti akan konsentrasi mencari spot yg menarik buat jadikan latar berswafoto, sampai melupakan banyak momen-momen kecil yg kali saja mempunyai kandungan nilai pejalaran yg lebih memiliki nilai dari sekadar poto diri. Memang, ada kesempatan ikut dia akan memperoleh nilai makin berwujud pelajaran serta pengalaman dari kejadian-kejadian dalam perjalanan itu, tetapi kemungkinan, nilainya gak akan sejumlah banyaknya poto yg udah dia dokumentasikan di gawai pribadinya.


Atau contoh beda seseorang petualang yg pergi dengan tekad awal buat menundukkan gunung dalam rencana lengkapi lis kebanggaan serta prestasi dianya sendiri. Selama perjalanan, dia akan melupakan berbagai hal serta cuma terlalu fokus buat segera mungkin dapat lekas raih puncak. Selanjutnya perjalanan jadi gak di nikmati sama seperti tersedianya.


Nikmati serta ‘menyerap’ apakah yg berada di perjalanan

Tetapi, masih ada kelompok beberapa orang yg pergi mendaki dengan tekad buat seluruhnya nikmati perjalanan dengan cara apa yang ada serta mengupayakan buat menyerap sebanyak-banyaknya pelajaran dari tiap-tiap lengkap yg dia alami dalam perjalanan itu. Tiap-tiap peristiwa perjalanan dari mulai pergi dari rumah, mulai menjajaki arah pendakian, sampai menjajal tanjakan-tanjakan curam ke arah puncak akan dia nikmati dengan simple serta apa yang ada, sembari menuai arti serta pelajaran yg terselip dalam tiap-tiap peristiwa itu.

Pelajaran memiliki nilai yg dia bisa mungkin tambah lebih besar serta bisa mengubah dianya sendiri berubah menjadi pribadi yg lebih baik dari awalnya. Gak instant memang, namun berproses.


Bila kita pingin mendapat ‘hasil’ lebih dari sekadar raih puncak waktu mengerjakan pendakian, kelihatannya kita butuh lakukan revisi faktor serta arah awal mengapa kita pergi mendaki. Kita butuh mencari jawaban yg sangat sesuai serta sesuai dengan buat diri kita sendiri atas pertanyaan “mengapa kita mendaki gunung?” yg saya ulas diatas.


Jikapun Kamu gak pingin mengubah faktor penting kenapa mengerjakan pendakian sebab hal semacam itu udah melekat serta berubah menjadi sisi diri serta hobimu (contoh Kamu begitu kesukaan serta suka berswafoto), petunjuk saya janganlah terlampau konsentrasi pada arah itu, nikmati ikut momen-momen beda dalam perjalanan yg mungkin bisa memberikan nilai pelajaran lebih.



Arti Yang Sebenarnya

Seperti banyak petualang bijak mengatakan : “Bukan alam yang wajib kita tundukkan, tetapi ego serta kesombongan yg berkuasa dalam diri.”


Selesai melalui proses panjang serta perenungan, saya anggap, mendaki gunung yaitu satu peluang memiliki nilai buat tempat kontemplasi serta refleksi diri dalam rencana proses pendewasaan untuk jadi pribadi yg lebih baik, bukan sekadar arena buat mengagungkan eksistensi serta kebanggaan semata-mata.


Sayang, kan, bila bayaran atas semua upaya serta waktu yg kita korbankan buat dapat pergi mendaki cuman berwujud beberapa gambar swafoto bukti eksistensi serta secuil penambahan kesombongan dalam hati atas satu perolehan yg kita menganggapnya penaklukan saja. Ingat, hakikatnya alam takkan mungkin dapat kita tundukkan. Seperti banyak petualang bijak mengatakan : “Bukan alam yang wajib kita tundukkan, tetapi ego serta kesombongan yg berkuasa dalam diri.”


Bila kita pengen menggali serta dikit lebih nikmati perjalanan melalui cara yg tidak sama, saya meyakini akan sangat banyak perihal yg dapat kita tekuni, entahlah itu dari beberapa orang yg kita jumpai di pinggir arah pendakian, dari dedaunan yg berjatuhan dari pohon pohon, dari perjuangan kita melalui terjalnya tanjakan, dari gumpalan awan yg menghampar bagaikan lautan, dari masyarakat lokal di kurang lebih dan lain-lain. Cukuplah membuka mata serta hati kita selebar-lebarnya, supaya arti serta nilai pelajaran dari perjalanan dapat lebih ringan masuk serta mengalir ke jiwa kita.


Tulisan ini tak punya tujuan buat menghakimi kalau mereka yg pergi mendaki buat satu perolehan kebanggaan diri atau buat sekadar bersenang-senang merekam dokumentasi pribadi yaitu salah. Kamu punya hak pilih apa pun yg Kamu sukai, sebab toh itu hidupmu sendiri juga.


Tulisan ini cuma sebentuk refleksi diri saya atas apakah yg saya alami, bayangkan, serta tekuni dari pengalaman perjalanan yg sempat saya bisa. Bila kawan-kawan tak sepakat dengan seluruhnya, tak kenapa, serta silakan hiraukan saja tulisan ini. Sedang bila ada kawan-kawan yg terasa sepakat serta searah dengan pemikiran yg saya tuang, semoga tulisan ini bisa berfaedah serta berubah menjadi tempat evaluasi yg memiliki nilai buat kita semua.

18 views0 comments
bottom of page